Review Film Dilan 1990

Hi, Hey, Hello!


Akhirnya keluar juga postingan baru setelah tahun baru! Dan postingan pertama di tahun 2018 ini kudedikasikan untuk film yang baru saja tayang kemarin (25 Januari 2018): Dilan 1990 yang sudah kutunggu sejak pertama kali dengar ayah (Pidi Baiq) bilang bahwa ada rencana Dilan akan difilmkan.

Waktu pertama kali tahu siapa saja pemeran di film Dilan, aku cukup kecewa. Sejujurnya aku bukan fans Iqbaal dan aku termasuk golongan orang-orang yang tidak yakin bahwa Iqbaal cocok menjadi Dilan. Alasannya sih simpel, karena secara fisik tidak sesuai dengan yang digambarkan ayah di novelnya. Dan awalnya ayah menjanjikan bahwa para pemeran film Dilan adalah bukan dari kalangan artis. Tapi hasilnya tidak sesuai perkataannya. Ya, aku paham kok karena film ini tidak hanya digarap oleh ayah, tapi bekerja sama dengan sutradara lain, produser, dan juga production house yang pastinya punya harapan bahwa film ini bisa sukses. Dan salah satu cara meraih kesuksesan itu adalah dengan memasukkan pemeran yang berasal dari kalangan artis. Singkatnya, artis --> banyak fans --> banyak penonton --> film laku --> balik modal bahkan keuntungan berkali lipat.

Tapi, ayah bilang kita tidak boleh menghakimi, dan percaya saja bahwa ayah mampu mengarahkan film Dilan sesuai dengan novel dan aslinya. Intinya sih agar tidak kecewa jangan berekspektasi apalagi tinggi-tinggi. Akupun menurunkan ekspektasiku sampai serendah mungkin, walaupun tetap excited sih buat nonton filmnya di hari pertama dan jam pertama tayang (Kamis, 25 Januari 2018 pukul 12.30 di XXI Senayan City). Dan ternyata hasilnya tidak mengecewakan! Jalan cerita sama dengan di novel Dilan: Dia adalah Dilanku tahun 1990, tidak ada yang diubah, tapi pasti harus ada yang dikurangi. Hanya saja appearance beberapa pemeran masih belum sesuai dengan yang dibayangkan.

Beberapa hal yang menggangguku dalam film ini menurutku adalah sosok Dilan yang terlalu kurus, bagi penonton yang dulunya adalah pembaca Dilan, ini agak mengganggu sih. Tapi bagi penonton yang belum membaca Dilan mungkin merasa tidak masalah. Lalu rambut Bunda Dilan dan Susi yang kelihatan sekali wig, kenapa tidak dipotong saja? Makeup teman dekat Milea di sekolah, dengan bulu mata, bedak, alis, dan rambut yang dikeriting bagiku kontras dengan cameo, walaupun makeupnya gak berlebihan sih. Tapi lebih bagus kalau lebih natural agar feel anak sekolah dan 90an nya lebih terasa. Dan efek editing yang kurang halus pada adegan Bunda dan Milea di mobil dan saat sekolah Dilan diserang oleh sekolah lain. Oh iya, satu lagi ada spanduk L*op di tahun 90an? Sponsor banget hahaha.

Selain hal yang aku sebutkan di atas, film ini sudah cukup memuaskan sih buatku. Dilan dan Milea sukses bikin senyam-senyum sepanjang film. Walaupun kadang terasa aneh kalau dengar Dilan ngomong, tapi kan bahasanya Dilan memang begitu di bukunya hahaha. Aku juga suka sekali nuansa 90an yang dapet banget; khususnya di rumah Milea, sepanjang jalan selama Dilan dan Milea naik motor, dan sekolah (terutama seragam kebesaran ala 90an). Untuk para pemeran, aku paling suka akting Anhar, dapet banget ngeselinnya! Dan cameo favoritku, pak Ridwan Kamil :D

Menurut Opini Syifa, film Dilan 1990 layak untuk ditonton, apalagi untuk kalian yang rindu dengan masa-masa kisah kasih di sekolah yang penuh dengan kegombalan hahaha. Sukses kok bikin aku senyam-senyum baper dan gak sabar nunggu Dilan 1991 yang semoga sukses bikin mewak-mewek baper :’)




 SYIFA RAMADHANI 

Comments

Popular Posts